Sekitar bulan Oktober 2014 lalu, saya
berkesempatan berkunjung ke Makassar, Sulawesi Selatan. Makassar sendiri adalah
ibukota dari Sulawesi Selatan, sekaligus sebagai pintu gerbang untuk wilayah
Indonesia timur. Hal ini disebabkan karena sebagian besar transpotasi udara
maupun laut akan melakukan persinggahan di Makassar sebelum menuju ke tempat
lainnya di Indonesia bagian timur.
Di kota ini, anda akan menjumpai beberapa hal
unik seperti bentor, becak yang menggunakan mesin sepeda motor sebagai
penggerak, dan berbagai hal lainnya. Disamping itu, Kota Makassar juga terkenal
dengan makanannya. Di kota ini, anda
dapat menikmati berbagai olahan ikan, karena tempatnya yang dekat dengan
pantai dan laut. Disamping itu, ada juga beberapa makanan khas kota Makassar
seperti, Palu Bassa, Es Palu Butung, Jalangkote, Konro, dan Cotto Makassar. Hal
unik lainnya yang bisa anda temukan adalah adanya banyak warung kopi (warkop).
Hampir di setiap sudut Kota Makassar terdapat warkop.
Oke, sedikit saja tentang Kota Makassar, karena
saya ingin menceritakan pengalaman saya saat berkunjung ke Kabupaten Maros. Oh
ya, meskipun hanya setingkat kabupaten, Maros memiliki sebuah bandara
internasional, yakni Bandara
Internasional Sultan Hassanudin. Jadi, kalau mau berkunjung ke Sulawesi
Selatan dengan jalur penerbangan, dapat dipastikan anda akan mendara di bandara
ini.
Baik, tempat wisata yang saya kunjungi di
Kabupaten Maros adalah Taman Nasional Bantimurung. Awalnya, saya tidak berniat
datang ke tempat ini, karena pada awalnya saya hanya mengikuti teman saya yang
menghadiri acara enduro motor trail
di Maros. Namun, hanya tersedia satu motor, jadi saya ditinggalkan oleh teman
saya tersebut. Karena acara tersebut berlangsung cukup lama, saya pun
memutuskan untuk mencari alternatif lain dalam mengisi waktu untuk menunggunya
kembali. Hal yang saya lakukan adalah mencari tempat wisata terdekat, Taman
Nasional Bantimurung.
(Posisi start kompetisi enduro motor trail di Maros)
Tanpa pikir panjang, saya dan dua teman lainnya
langsung menuju ke tempat tersebut. Dengan mengandalkan global positioning system (GPS), kami melesat ke Bantimurung.
Sesampainya disana, mata kami cukup dimanjakan dengan pemandangan yang cukup
bagus. Kondisi geografis disana didominasi oleh perbukitan dan tebing-tebing
yang tinggi. Disalah satu tebing tersebut, terdapat tulisan “Taman Nasional
Bantimurung”. Ya, langsung saja kami berhenti sejenak dan berfoto.
(Tulisan Taman Nasional Bantimurung di salah satu dinding bukit. Sumber: triptrus.com)
Tidak hanya itu, ketika memasuki gerbang taman
nasional ini, kita juga akan disambut oleh patung kupu-kupu dan gorilla yang
sangat besar. Patung kupu-kupu dipajang di tempat ini karena Bantimurung
merupakan salah satu panangkaran kupu-kupu yang ada di Indonesia. Sayangnya,
kami datang disaat musim kemarau. Ekspektasi saya ketika datang ke tempat
tersebut adalah mengihirup udara yang sejuk karena disana masih cukup hijau dan
terdapat banyak pohon-pohon besar. Tapi sayang, sebagian besar wilayah di
Sulawesi Selatan memiliki iklim yang tropis, sehingga udaranya cukup panas,
begitupun dengan Bantimurung.
(Patung kupu-kupu di pintu gerbang Taman Nasional Bantimurung)
(Patung gorila di pintu gerbang Taman Nasional Bantimurung)
Di tempat ini, saya sama sekali tidak menemui
adanya kupu-kupu yang berterbangan dengan bebasnya. Mungkin belum musimnya.
Jadi, yang ada hanyalah kupu-kupu yang telah diawetkan oleh penduduk setempat,
yang kemudian dibingkai untuk dijadikan “oleh-oleh” khas Bantimurung.
(chemistrahmah.com)
Lebih lanjut berjalan, saya menemui hal unik,
yakni sebuah kolam yang dapat mempermudah kita mendapat jodoh jika kita mandi
di tempat tersebut. Awalnya saya berniat untuk mandi di tempat tersebut,
tetapi, saya berpikir bahwa belum waktunya mendapatkan jodoh. Jadi bagi yang
belum atau susah mendapatkan jodoh, mungkin bisa datang ke tempat ini.
(Tabel Kolam Jamala di Taman Nasional Bantimurung yang konon dapat mempermudah mendapat jodoh)
(Kolama Jamala)
Selain penanggakaran kupu-kupu, di Bantimurung
juga terdapat sebuah air terjun, tetapi dengan debit air yang tidak begitu
tinggi. Tempat ini juga sering dijadikan sebagai tempat bermain air oleh
sejumlah wisatawan yang datang. Air yang mengalir ini pun cukup bersih dan
jernih, bahkan air ini digunakan sebagai salah satu sumber air yang dialirkan
melalui sebuah pipa besar. Entah, digunakan untuk sumber air minum atau hanya
sumber air pertanian.
(Air terjun di Taman Nasional Bantimurung)
Tidak hanya bermain air, para pengunjung pun
dapat menuju ke sumber air tersebut, karena disamping air terjun tadi,
disediakan sebuah tangga menuju ke atas. Dan ternyata sumber airnya tidak
begitu jauh dari air terjun tersebut, tetapi kita harus berjalan kaki. Untuk
dapat sampai ke sumber airnya, telah disediakan jalan-jalan setapak yang sangat
mudah untuk diikuti. Tidak hanya itu, di sepanjang jalan setapak tersebut, ada
beberapa pedagang yang menjajakan makanan di warung-warung kecil.
(Jembatan menuju ke sumber air)
Dalam perjalanan di jalan setapak itu, kita
juga dapat melihat aliran air yang menuju ke air terjun tadi. Air yang mengalir
tersebut, tampak sangat jernih, bahkan warnanya seperti berubah menjadi biru.
Sungguh indah. Akhirnya, setelah cukup jauh berjalan, saya sampai di sumber air
yang ternyata adalah sebuah telaga kecil
dengan airnya yang berwarna biru.
(Air berwarna biru yang menuju ke air terjun)
(Hulu air terjun yang merupakan telaga berwarna biru)
Tidak jauh dari danau tersebut, tepatnya
bersebelahan, ada sebuah gua yang juga menjadi objek wisata di tempat tersebut.
Gua ini memang tidak memilik tembusan, tetapi jangan khawatir jika teman-teman
ingin masuk ke dalamnya, karena ada sejumlah orang yang bersedia menjad guide. Tentunya kita harus memberi
sejumlah imbalan kepada mereka. Untungnya pada saat saya dan 2 teman saya
datang kesana, ada sejumlah pemuda yang juga berniat masuk ke gua tersebut.
Alhasil, kami pun membuntutinya, hehe. Dengan maksud supaya tidak membayar jasa
guide tersebut.
(Kondisi di dalam gua)
(Kondisi di dalam gua)
(Coretan di dalam gua)